A.Pendahuluan
Pembelajaran menulis puisi selama ini kurang dinamis dan inovatif. Tema-tema dan metode-metode yang digunakan cenderung statis. Akibatnya, proses pembelajaran menjadi membosankan dan hasilnya pun kurang maksimal. Sastra dipandang sesuatu yang dihasilkan dan dinikmati serta dapat disajikan dalam berbagai cara, yaitu langsung diucapkan, lewat radio, majalah, buku dan sebagainya. Bahan pokok dalam pengajaran sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Salah satu hasil karya sastra adalah puisi yang merupakan seni kreatif yang menggunakan bahasa sebagai medianya untuk menyampaikan pikiran dan perasaan.
Pengajaran apresiasi puisi yang diajarkan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama kurang mendapat perhatian dari para siswa. Perhatian yang kurang terhadap pengajaran puisi ini menyebabkan kurang akrabnya siswa dengan puisi ini. Guru sendiri cenderung menghindarinya karena kesulitan untuk mengajarnya. Karena belum menentukan metode dan alat bantu yang tepat pengajaran puisi. Hambatan terbesar dalam mempelajari puisi adalah adanya anggapan dari para siswa bahwa puisi tidak ada gunanya.
Penggunaan media dalam pembelajaran puisi diharapkan dapat menarik perhatian siswa. Hal ini selain menarik perhatian siswa juga dapat membuat keterangan-keterangan menjadi lebih memudahkan pemahaman siswa. Media yang dipakai tentunya harus disesuaikan dengan tema yang sedang diajarkan agar siswa dapat menghubungkan dengan konsep yang sudah ada. Bila pemakaian media disesuaikan dengan tema dalam bidang studi bahasa Indonesia, maka anak akan terbiasa untuk latihan menulis puisi.
Penggunaan media dalam hubungannya dengan pembelajaran puisi dapat membantu daya nalar siswa untuk menjelaskan apa yang dilihatnya yang kemudian dituliskan lewat kalimat sebagai kata kunci untuk menulis puisi. Melalui poster siswa melihat, memperhatikan serta akhirnya mengemukakan ide melalui fakta yang nampak lewat media. Dengan demikian media bukan hanya sebagai alat bantu tetapi dapat membantu penafsiran siswa tentang obyek yang sedang diamatinya.
Tentunya penggunaan media pembelajaran ini harus diimbangi dengan pengetahuan seorang guru tentang pembelajaran puisi itu sendiri. Banyak terjadi di masyarakat, pembelajaran di sekolah sudah menggunakan media baik media elektronik maupun media yang lain akan tetapi guru kurang menguasai materi yang akan disampaikan sebaliknya guru menguasai materi akan tetapi tidak ada media yang dijadikan sarana untuk pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi membosankan dan tidak variatif.
Sebenarnya inilah permasalahan yang selama ini telah menghantui guru di indonesia, guru cenderung mengajar apa adanya tidak ada perubahan signifikan yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran yang berkesan di hati siswa, pengajaran yang monoton juga menjadi permasalahan yang berkembang du dunia pendidikan selama ini, tidak heran jika pendidikan di indonesia tertinggal dari negara lain seperti malaysia dan negara- negara lain di dunia.
Rumusan masalah dalam makalah ini sebenarnya sangat variatif tapi pemakalah membatasi masalah pada a) metode CTL dalam pembelajaran menulis kreatif puisi, b) penerapan metode CTL dalam pembelajaran menulis puisi, dan c) Perbandingan metode CTL dan metode tradisional.
Makalah ini akan membahas penggunaan media dan metode dalam pembelajaran menulis kreatif puisi, agar pembelajaran dapat berkesan, variatif, dan tentunya siswa dapat lebih cepat menyerap materi yang disampaikan guru.
B.Kajian pustaka
1. Pengertian Puisi
Menurut Wirojosoedarno (Pradopo, 2005:5) puisi itu karangan terikat oleh: (1) banyak baris dalam tiap bait (Kumplet/Strota, suku karangan); (2) banyak baris dalam tiap bait; (3) banyak suku kata dalam tiap baris; (4) rima; dan (5) irama.
Dari beberapa pendapat di atas bahwa puisi adalah imajinasi seseorang dari lubuk hati yang paling dalam yang menuangkan ke dalam tulisan dan bisa menghasilkan satu karya sastra dalam bentuk puisi. Puisi juga bisa dikatakan ungkapan hati untuk menyampaikan informasi dengan makna yang tersirat. Puisi rangkaian kata-kata yang indah dan mempunyai sejuta rasa dan penuh arti.
Dapat disiimpulkan pendapat dari beberapa pakar bahwa puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, rima, matra serta penyusunan larik dan bait. Keindahan puisi terletak pada persamaan bunyi dan iramanya. Hasil cipta manusia, yang terdiri atas beberapa baris, yang memperlihatkan pertalian makna yang membentuk bait.
2. Unsur-unsur Hakikat Puisi
Unsu PERAN METODE CTL (contextual teaching and learning) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS KREATIF PUISI
B.Pendahuluan
Pembelajaran menulis puisi selama ini kurang dinamis dan inovatif. Tema-tema dan metode-metode yang digunakan cenderung statis. Akibatnya, proses pembelajaran menjadi membosankan dan hasilnya pun kurang maksimal. Sastra dipandang sesuatu yang dihasilkan dan dinikmati serta dapat disajikan dalam berbagai cara, yaitu langsung diucapkan, lewat radio, majalah, buku dan sebagainya. Bahan pokok dalam pengajaran sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Salah satu hasil karya sastra adalah puisi yang merupakan seni kreatif yang menggunakan bahasa sebagai medianya untuk menyampaikan pikiran dan perasaan.
Pengajaran apresiasi puisi yang diajarkan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama kurang mendapat perhatian dari para siswa. Perhatian yang kurang terhadap pengajaran puisi ini menyebabkan kurang akrabnya siswa dengan puisi ini. Guru sendiri cenderung menghindarinya karena kesulitan untuk mengajarnya. Karena belum menentukan metode dan alat bantu yang tepat pengajaran puisi. Hambatan terbesar dalam mempelajari puisi adalah adanya anggapan dari para siswa bahwa puisi tidak ada gunanya.
Penggunaan media dalam pembelajaran puisi diharapkan dapat menarik perhatian siswa. Hal ini selain menarik perhatian siswa juga dapat membuat keterangan-keterangan menjadi lebih memudahkan pemahaman siswa. Media yang dipakai tentunya harus disesuaikan dengan tema yang sedang diajarkan agar siswa dapat menghubungkan dengan konsep yang sudah ada. Bila pemakaian media disesuaikan dengan tema dalam bidang studi bahasa Indonesia, maka anak akan terbiasa untuk latihan menulis puisi.
Penggunaan media dalam hubungannya dengan pembelajaran puisi dapat membantu daya nalar siswa untuk menjelaskan apa yang dilihatnya yang kemudian dituliskan lewat kalimat sebagai kata kunci untuk menulis puisi. Melalui poster siswa melihat, memperhatikan serta akhirnya mengemukakan ide melalui fakta yang nampak lewat media. Dengan demikian media bukan hanya sebagai alat bantu tetapi dapat membantu penafsiran siswa tentang obyek yang sedang diamatinya.
Tentunya penggunaan media pembelajaran ini harus diimbangi dengan pengetahuan seorang guru tentang pembelajaran puisi itu sendiri. Banyak terjadi di masyarakat, pembelajaran di sekolah sudah menggunakan media baik media elektronik maupun media yang lain akan tetapi guru kurang menguasai materi yang akan disampaikan sebaliknya guru menguasai materi akan tetapi tidak ada media yang dijadikan sarana untuk pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi membosankan dan tidak variatif.
Sebenarnya inilah permasalahan yang selama ini telah menghantui guru di indonesia, guru cenderung mengajar apa adanya tidak ada perubahan signifikan yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran yang berkesan di hati siswa, pengajaran yang monoton juga menjadi permasalahan yang berkembang du dunia pendidikan selama ini, tidak heran jika pendidikan di indonesia tertinggal dari negara lain seperti malaysia dan negara- negara lain di dunia.
Rumusan masalah dalam makalah ini sebenarnya sangat variatif tapi pemakalah membatasi masalah pada a) metode CTL dalam pembelajaran menulis kreatif puisi, b) penerapan metode CTL dalam pembelajaran menulis puisi, dan c) Perbandingan metode CTL dan metode tradisional.
Makalah ini akan membahas penggunaan media dan metode dalam pembelajaran menulis kreatif puisi, agar pembelajaran dapat berkesan, variatif, dan tentunya siswa dapat lebih cepat menyerap materi yang disampaikan guru.
B.Kajian pustaka
1. Pengertian Puisi
Menurut Wirojosoedarno (Pradopo, 2005:5) puisi itu karangan terikat oleh: (1) banyak baris dalam tiap bait (Kumplet/Strota, suku karangan); (2) banyak baris dalam tiap bait; (3) banyak suku kata dalam tiap baris; (4) rima; dan (5) irama.
Dari beberapa pendapat di atas bahwa puisi adalah imajinasi seseorang dari lubuk hati yang paling dalam yang menuangkan ke dalam tulisan dan bisa menghasilkan satu karya sastra dalam bentuk puisi. Puisi juga bisa dikatakan ungkapan hati untuk menyampaikan informasi dengan makna yang tersirat. Puisi rangkaian kata-kata yang indah dan mempunyai sejuta rasa dan penuh arti.
Dapat disimpulkan pendapat dari beberapa pakar bahwa puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, rima, matra serta penyusunan larik dan bait. Keindahan puisi terletak pada persamaan bunyi dan iramanya. Hasil cipta manusia, yang terdiri atas beberapa baris, yang memperlihatkan pertalian makna yang membentuk bait.
2. Unsur-unsur Hakikat Puisi
Unsur-unsur yang termasuk dalam hakikat puisi menurut I.A. Richard dalam Situmorang (1983 : 12) adalah sebagai berikut :
1) Tema adalah suatu pokok persoalan yang dikemukakan oleh penyair, setiap puisi pasti memiliki tema, walaupun penyair menyembunyikan tema tersebut.
2) Rasa adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang terdapat dalam puisinya. Setiap orang mempunyai sikap, pandangan, watak tertentu dalam menghadapi sesuatu.
3) Nada adalah sikap penyair terhadap pembacanya, atau penikmat karya puisinya itu. Bagaimanakah penyair itu memandang sesuatu dengan nada rendah hati, angkuh atau agresif. Semua itu dapat diketahui oleh pembacanya, setelah menikmati karyanya itu. Lembut dan kerasnya makna yang dikumandangkan penyair, melalui karyanya itu, banyak dipengaruhi oleh sifat dan watak penyair itu sendiri.
4) Tujuan adalah amanat yang disampaikan penyair melalui karyanya. Tujuan penyair dalam karyanya, banyaknya dipengaruhi oleh pekerjaan, cita-cita, dan pandanan hidup serta keyakinan agama.
3. Pengertian Menulis
Menurut Tarigan (Hasani, 2005:1) menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik tersebut. Rusyana (Hasani, 2005:1) menyatakan bahwa wujud.
Pengutaran sesuatu secara tersusun dengan mempergunakan bahasa disebut karangan.
Menurut Syamsudin (Hasani, 2005:1) Menulis adalah aktivitas seseorang dalam menuangkan ide-ide, pikiran, dan perasaan secara logis dan sistematis dalam bentuk tertulis sehingga pesan tersebut dapat dipahami oleh para pembaca
Menurut Hasani (2005:2) menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis merupakan kegiatan yang produktifdan ekspresif, sehingga penulis harus mampu memanfaatkan kemampuan dalam menggunakan tata tulis, struktur bahasa, dan kosakata.
4. metode pembelajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar, strategi pembelajaran, khususnya metode pembelajaran mempunyai peranan penting. Machfudz (2000) mengutip penjelasan Edward M. Anthony (dalam H. Allen and Robert, 1972) yang menyatakan bahwa istilah metode berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini bersifat prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran bahasa dikerjakan dengan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap, dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar. Sayuti (1985:213) menyatakan bahwa penggunaan metode yang tepat akan banyak berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran. Akan tetapi harus disadari pula, bahwa faktor gurulah yang pada akhirnya banyak menentukan berhasilnya pengajaran. Oleh karena itu, guru jangan sampai terbelenggu oleh salah satu metode yang dipilihnya.
Menurut pengamatan pemakalah, dalam pembelajaran puisi, sangat memungkinkan untuk menerapkan ketujuh prinsip CTL. Siswa dapat mengontruksikan (contructing) sendiri pemahaman terhadap definisi dan unsur-unsur puisi berdasarkan contoh (modelling). Siswa akan menemukan (inquiry) definisi dan unsur-unsur puisi atas panduan guru. Siswa juga dapat mendiskusikannya hasil temuannya dengan teman sejawat (learning community). Guru dapat mengadakan tanya jawab (questioning) dari temuan-temuan yang sudah didiskusikan sebelumnya. Untuk praktik membacakan puisi, guru dapat memakai contoh (modelling), baik dirinya sendiri (jika merasa sudah berkompeten) atau melalui pratikkan dari media-media pembelajaran membacakan puisi, seperti yang akan dibuat oleh pemakalah. Proses pembelajaran dapat direfleksikan (reflection) secara bersama, antara guru dan murid untuk menemukan bentuk pembelajaran yang lebih cocok. Sedangkan evaluasi hasil, dapat dilakukan melalui penilaian sejawat (peer assesment) maupun penilaian guru secara langsung (authentic assesment).
Lebih lanjut, Sayuti (1985:213) menjelaskan bahwa secara garis besar, metode pembelajaran dapat dibedakan berdasarkan bahan (materi) pengajaran dan interaksi belajar mengajar. Metode pengajaran yang berhubungan dengan bahasa pengajaran dalam pengajaran puisi banyak berkaitan dengan metode analisis puisi, antara lain:
(1) metode dikotomi
yaitu sebuah metode yang mendasarkan diri pada pendapat yang menyatakan bahwa puisi itu terdiri dari segi bentuk dan segi isi. Pembagian ini memang sudah sangat umum dan sangat tua usianya, dan sampai kini masih banyak diikuti orang,
(2) metode fenomenologi
yaitu sebuah metode ini mendasarkan diri pada pandangan fenomenologis Edmond Husserl yang memandang bahwa suatu karya itu tidak hanya sebagai suatu sistem norma, melainkan juga sebagai suatu susunan lapis norma. Untuk membedakan penilaian terhadap suatu karya. Karya itu, harus dianalisis berdasarkan lapis-lapis norma yang terdapat di dalamnya. Susunan norma itu menjadi tiga lapis, yaitu (1) lapis bunyi, (2) lapis arti, dan (3) lapis objek. Kemudian Ingarden menambahkan dua lapis lagi, yang hanya hakikatnya lapis-lapis itu tidak dapat dipisahkan, yakni (4) lapis sudut pandangan tertentu tentang dunia, dan (5) lapis nilai metafisik.
(3) metode linguistik
yaitu sebuah metode yang menggunakan teori teks menerangkan bagaimana terjadinya himpunan-himpunan kalimat yang pada kahirnya dapat diberi predikat literer, estetis, atau puitis. Menurut Hulshof (dalam Noer Toegiman, 1979), terdapat seperangkat istilah yang diperlukan dalam teori teks. Istilah-istilah itu bukan merupakan istilah asing lagi bagi mereka yang telah mengenal lingustik dan sastra, yaitu struktur luar (surface structure), struktur dalam (deep structure), transformasi (transformation), parafrase (paraphrase), dan interpretasi (interpretation). Struktur luar adalah susuan kalimat atau himpunan kalimat sutau teks atau bagian teks yang akan dibaca atau didengar. Pendek kata, struktur luar sama dengan struktur yang tersurat sebagaimana yang tersaji dalam kondisi siap-pakai, siap-baca. Sedangkan struktur dalam dapat disebut sebagai struktur tersirat. Struktur dalam belum mengalami proses lebih lanjut dalam perumusannya. Untuk mudahnya, dapat dikatakan bahwa struktur dalam berhubungan dengan isi. Sebagai sebuah istilah, transformasi dalam teori teks ialah perubahan struktur dalam menjadi struktur luar. Jadi, dari bentuk tersirat menjadi bentuk tersurat. Melalui transformasi, struktur dalam menjelma menjadi struktur luar. Tahap transformasi ini menjadi bagian utama dalam teori teks. Dalam teori teks, parafrase dipergunakan untuk mengembalikan struktur dalam, mengembalikan struktur “bergaya” menjadi struktur yang sederhan. Parafrase membuka jalan untuk mengetahui deviasi dan foregrounding yang terdapat pada struktur luar. Apa yang tersirat dalam struktur luar tidak senantiasa dapat diterangkan melalui parafrase saja. Penjelasan lebih lanjut masih diperlukan mengenai konteks dan situasi serta kondisinya, yakni hal-hal yang ada sangkut-pautnya dengan struktur luar dan struktur dalam tersebut. Oleh karena itu, interpretasi diperlukan. Hal ini disebabkan bahwa interpretasi merupakan penjelasan struktur dalam berdasarkan atau memperhatikan konteksnya.
C. Pembahasan
1.Metode CTL dalam pembelajaran menulis kreatif puisi
CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa . 2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Sehubungan dengan hal itu, Terdapat beberapa karakterristik dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL yakni :
1. Kerjasama
2. Saling menunjang
3. Menyenangkan, tidak membosankan
4. Belajar dengan bergairah
5. Pembelajaran terintegrasi
6. Menggunakan berbagai sumber
7. Siswa aktif
8. Sharing dengan teman
9. Siswa kritis guru kreatif
10. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.
2.Penerapan metode CTL dalam pembelajaran menulis kreatif puisi
Pendekatan CTL diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya nanti. Dalam kelas kontekstual, guru berusaha membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya guru lebih bannyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Pengetahuan dan ketrampilan diperoleh dengan menemukan sendiri bukan apa kata guru.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide – ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi – strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut ( Depdiknas, 2002 : 4 ).
CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep diatas terdapat tiga hal yang harus kita pahami :
Pertama : CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar dioryentasikan pada proses pengalaman secara langsung.
Kedua : CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyara, artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga : CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CRL bukan hannya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari – hari.
Penerapan metode ctl salah satunya dengan mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut pengembang filsafal konstruktivisme Mark Baldawin dan diperdalam oleh Jean Piage menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hannya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.
Siswa perlu dikondisikan untuk terbiasa memecahkan masalah, menemukan hal – hal yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan gagasan – gagasan. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan dapat dijadikan milik mereka sendiri. Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran (Wina Sanjaya : 2006)
Menurut Suparno ( 1997 : 49 ) secara garis besar prinsip – prinsip konstruktivisme yang diambil adalah : ( a ) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial; ( b ) pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan kearifan siswa sendiri untuk bernalar; ( c ) siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah; ( d ) guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
2. Inkuiri
Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang hatus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.
Ada beberapa langkah dalam kegiatan menemukan dalam kegiatan menemukan ( inkuiry ) yang dapat dipraktekkan di kelas :
A. Merumuskan Masalah
Siswa harus merumuskan tipik puisi yang akan ditulis
B. Mengamati dan melakukan observasi
Siswa mengamati objek bisa berupa taman sekolah, sawah, gunung dan apapun yang diinginkan siswa karena dalam penulisan kreatif puisi tidak ada batasan siswa menulis tentang apa
C. Menganalisis
Dalam puisi terdapat unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik, dalam bagian ini siswa menganalisis puisi yang telah dibuat
D. Mengkomunikasikannya atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain.
Siswa membacakan hasil puisi yang telah dibuat di depan teman sekelas
3. Bertanya ( Quesrioning )
Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingin tahuan setiap individu; sedangkan menjawa pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam bepikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan – pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang di pelajarinya.
Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
Mengecek pemahaman siswa
Membangkitkan respon siswa
Mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa
Mengetahui hal – hal yang sudah diketahui siswa
Menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang di kehendaki guru
Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa
Kegiatan ” bertanya ” menjawab permasalahan gaya pendidikan lama yang menganggap bahwa ” tong kosong nyaring bunyinya ” atau ” berbicara adalah perak tetapi diam adalah emas ”. Banyak bertanya sering kali tidak di tanggapi dengan positif oleh guru maupun teman – teman. Kelas bukan merupakan tempat yang aman untuk ” berbuat kesalahan ” dan eksplorasi. Anak kecil dalam kepoloson belajarnya justru sering kali bertanya banyak hal yang terkadang membingungkan orang tua seperti ” kenapa langit warnanya biru ? bagaimana adik bisa berada di perut ibu ”. Sekali lagi seiring perjalanan pendidikan kita, kepolosan dan kekritisan tidak semakin terasah tetapi justruh sebaliknya. Siswa menjadi malas dan bahkan apatis terhadap kegiatan belajar yang dirasa sebagai siksaan.
4. Masyarakat Belajar ( Learning Community )
Leo Semenovich Vygotsky, seorang psikolog Rusia, menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang bannyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat di pecahkan sendiri, tetapi mebutuhkan bantuan orang lain. Kerjasama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu persoalan. Konsep masyarakat belajar ( learning communty ) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajarn deperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal naupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman, antar kelompok; yang sudah tahu memberi tahu kepada yang belum tahu, yang pernah memiliki pengalaman membagi pengalamannya kepada orang lain. Inilah hakekat dari masyarakat belajar, masyarakat yang saling membagi.
Belajar yang baik adalah bersifat sosial. Satu relaah di Standvord University ( Dave Meieer, 2002 : 62 ) menemukan bahwa bimbingan belajar dari kawan itu empat kali lebih efektif untuk meningkatkan prestasi di bidang matematika dan membaca dibandingkan jika jumlah murit dalam kelas si kurangi atau waktu pengajaran di perpanjang dan jauh lebih efektif dibandingkan dengan instruksi individual dengan komputer.
Model pembelajaran dengan teknik ” Learning Community ” sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam :
Pembentukan kelompok kecil
Pembentukan kelompok besar
Mendatangkan ” ahli ke kelas ( tokoh, olah ragawan, dokter, perawat, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu dll ).
Bekerja dengan kelas sederajat
Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya
Bekerja dengan masyarakat
5. Pemodelan ( Modeling )
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru menyuruh siswa untuk mengamati taman sekolah, setelah mengawasi taman sekolah siswa disuruh menulis kata- kata yang berhubungan dengan keindahan lalu kata- kata itu dikembangkan menjadi bait puisi.
Proses modeling tidak sebatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dinggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman – temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Medeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
6. Refleksi ( Reflection )
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru di pelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang suda dilakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengalaman yang batu di terima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung ” kalau begitu, cara saya menyimpan file selama ini salah, mestinya dengan cara yang batu saya pelajari, sehingga file dalam komputer saya lebih tertata.
Pengetahuan diperoleh melalui proses, pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajara yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan – hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan begitu siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Refleksi mejawab pertanyaan kaum behaviorisme yang memisahkan aspek jasmani manusia dengan aspek rohaninya. Selama ini siswa menjalani pembelajaran dengan statis dan tanpa variasi. Jarang sekali mereka diberi kesempatan untuk ” diam sejenak ” dan berpikir tentang apa yang baru saja mereka lakukan atau pelajari. Waktu amat cepat berlalu, semua terbutu – buru dan mungkin memang tidak sempat melakukannya.
7. Penilaian Nyata ( Authentic Assessment )
Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada saat ini, biasanya ditekankan pada aspek intelektual sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hannya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hannya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata. Penilaian nyata (Authentic Assessment ) adalah prose yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa benar – benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang posirif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus – menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada prose belajar bukan kepada hasil belajar.
3.Perbandingan metode CTL dan metode tradisional
1. Konstruktivisme
Belajar berpusat pada siswa untuk mengkonstruksi bukan menerima. (Model Baru)
Belajar yang berpusat pada guru, formal, serius. (Model Lama)
2. Inquiri
Pengetahuan diperoleh dengan menemukan, menyatukan rasa, karsa dan karya.(Model Baru)
Pengetahuan diperoleh siswa dengan duduk manis, mengingat seperangkat fakta, memisahkan kegiatan fisik dengan intelektual.(Model Lama)
3. Bertanya
Belajar merupakan kegiatan produktif, menggali informasi, menghasilkan pengetahuan dan keputusan.(Model Baru)
Belajar adalah kegiatan konsumtif, menyerap informasi menghasilkan kebingungan dan kebosanan.(Model Lama)
4. Masyarakat Belajar
Kerjasama dan maju bersama, saling membantu.(Model Baru)
Individualistis dan persaingan yang melelahkan.(Model Lama)
5. Pemodelan
Pembelajaran yang Multi ways, mencoba hal – hal baru, kreatif.(Model Baru)
Pembelajaran yang One way, seragam takut mencoba, takut salah.(Model Lama)
6. Refleksi
Pembelajaran yang komprehensif, evaluasi diri sendiri/internal dan eksternal.(Model Baru)
Pembelajaran yang terkotak – kotak, mengandalkan respon eksternal/guru.(Model Lama)
7. Penilaian Otentik
Penilaian proses dan hasil, pengalaman belajar, tes dan non tes multi aspects.(Model Baru)
Penilaian hasil, paper and pencil test, kognitif.(Model Lama)
D. penutup
Simpulan
Berdasar pada pembahasan di atas maka dapat disimpulkan:
1.Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
2.Penerapan metode ctl salah satunya dengan mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
3.a) Konstruktivisme, CTL Belajar berpusat pada siswa untuk mengkonstruksi bukan menerima. (Model Baru) sedangkan tradisional, Belajar yang berpusat pada guru, formal, serius. (Model Lama) b) Inquiri, CTL Pengetahuan diperoleh dengan menemukan, menyatukan rasa, karsa dan karya.(Model Baru) sedangkan tradisional, Pengetahuan diperoleh siswa dengan duduk manis, mengingat seperangkat fakta, memisahkan kegiatan fisik dengan intelektual.(Model Lama) c) Bertanya, CTL Belajar merupakan kegiatan produktif, menggali informasi, menghasilkan pengetahuan dan keputusan.(Model Baru) sedangkan tradisional Belajar adalah kegiatan konsumtif, menyerap informasi menghasilkan kebingungan dan kebosanan.(Model Lama) d) Masyarakat Belajar, CTL Kerjasama dan maju bersama, saling membantu.(Model Baru), tradisional Individualistis dan persaingan yang melelahkan.(Model Lama) e) Pemodelan, CTL Pembelajaran yang Multi ways, mencoba hal – hal baru, kreatif.(Model Baru), tradisional Pembelajaran yang One way, seragam takut mencoba, takut salah.(Model Lama) f) Refleksi, CTL Pembelajaran yang komprehensif, evaluasi diri sendiri/internal dan eksternal.(Model Baru), dan tradisional Pembelajaran yang terkotak – kotak, mengandalkan respon eksternal/guru.(Model Lama) g) Penilaian Otentik, CTL Penilaian proses dan hasil, pengalaman belajar, tes dan non tes multi aspects.(Model Baru), sedangkan tradisional Penilaian hasil, paper and pencil test, kognitif.(Model Lama).
Saran
Metode CTL tentu bukanlah metode satu- satunya dalam pembelajaran menulis kreatif puisi, masih banyak metode yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam metode CTL guru lebih banyak diam dalam mengajar tentu hal ini akan membuat guru merasa bingung ingin melakukan apa ketika pembelajaran berlangsung, guru bias mengawasi apa yang sedang dilakukan siswa sehingga guru juga ikut berperan dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
.( 2003 ). Pendekatan Kontekstual; Contextual Teaching ang Learning ( CTL ). Jakarta : Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Departeman Pendidikan Nasional.
Depdiknas. ( 2002 ). Pembelajaran Kontekstual. Jakarta : Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Departeman Pendidikan Nasional.
Iskandarwassid, Prof. Dr, H. Dadang Sunendar, M.Hum, Dr. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Suparno Paul. ( 1997 ). Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.
Sanjaya Wina. ( 2006 ). Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media.
Rabu, 06 Mei 2009
PERAN METODE CTL (contextual teaching and learning) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS KREATIF PUISI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 comments:
Latest Asian Food News & Latest Asian Food News from KIRILL
Latest Asian Food News & Latest Asian Food News From KIRILL KREKA KREKA 카지노 KONG KONG, KONG, kirill-kondrashin MICHINESK, MICHAEL RICHERT LEWIS JOEBIHLE:
Posting Komentar